sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pengamat: Pilpres 2024 tak boleh ulang sejarah kelam polarisasi

Bangsa yang kuat justru harus menghindari perpecahan dalam Pemilu 2024.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Kamis, 08 Sep 2022 12:51 WIB
Pengamat: Pilpres 2024 tak boleh ulang sejarah kelam polarisasi

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, mengkritisi Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, yang mendorong Pilpres 2024 diikuti oleh dua pasangan calon. Menurut Pangi, hal itu menandakan PDIP tidak mau belajar dari masa lalu.

"Kita tentu saja sangat risih dengan pendapat politisi yang merasa tidak mempermasalahkan kalau kontestasi elektoral pilpres 2024 nanti hanya diikuti dua kandidat capres-cawapres," ujar Pangi kepada Alinea.id, Kamis (8/9).

Menurut pria yang akrab disapa Ipang itu, polarisasi isu dan politik identitas menyebabkan keterbelahan publik sejak Pilpres 2019.

"Lukanya cukup menganga dan lebar, puncak dari keterbelahan itu kita bisa menyaksikan bagaimana pengeroyokan terhadap Ade Armando. Selama ini elite mengatakan seolah-olah tidak terjadi apa-apa, ternyata keterbelahan itu ada dan nyata  terjadi di tengah masyarakat," kata Ipang.

Ipang menegaskan, polarisasi isu dan politik identitas telah menyebabkan kerusakan yang nyata dan merobek tenunan kebangsaan pada Pilpres 2019. Oleh karena itu, kata dia, sebagai bangsa kuat, tidak boleh ada lagi tempat atau ruang untuk membuka kotak pandora politik identitas dengan polarisasi isu yang merusak persatuan dan kesatuan bangsa.

"Dengan demikian, karena kerusakannya begitu nyata dan dampaknya terlalu besar, polarisasi dan politik identitas tidak boleh terulang kembali," ucap dia.

Berdasarkan survei Voxpol Center Research and Consulting pada Juli 2022, menunjukkan bahwa 40,6% preferensi masyarakat menginginkan pilpres 2024 sebaiknya diikuti lebih dari dua pasang capres/cawapres.

Pada pertanyaan kusioner dengan menanyakan alasan masyarakat agar pilpres diikuti lebih dari dua pasangan capres-cawapres, sebesar 41,9% menjawab agar rakyat mendapatkan pilihan pemimpin alternatif, 41,1% agar tidak terjadi konflik sosial dan perpecahan. Kemudian, 9,2% agar memberi kesempatan kepada para pemimpin muda, sebesar 7,2% agar tidak terjadi eksploitasi politik identitas dan tidak tahu tidak jawab sebesar 0,6%.

Sponsored

Pangi menegaskan, setidaknya ada tiga cara yang mesti dilakukan untuk meredam politik identitas dan keterbelahan publik dalam kontestasi Pilpres 2024. Pertama, calon presiden minimal harus ada tiga capres. Dengan demikian, ada pemecah gelombang agar tidak terulang polarisasi di Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 dengan kekuatan head to head (bipolar) bertumpu pada dua kutub pasangan calon presiden.

Kedua, harus ada penegakan hukum yang adil tanpa diskriminatif terhadap para buzzer politik, tim sukses, relawan maupun calon presiden apabila terbukti mengunakan/mengoreng politik identitas dijadikan sebagai komoditas politik.

"Mesti ada sangsi yang keras dan tegas berupa pidana dan pemotogan masa waktu kampanye agar ada efek jera," ucap dia.

Ketiga, harus ada konsensus dan komitmen bersama untuk tidak lagi mengunakan narasi politik identitas dan isu-isu SARA yang merusak tatanan simpul kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berita Lainnya
×
tekid