sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menutup celah korupsi pejabat petahana

Maraknya petahana yang kembali maju pada pemilihan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) rentan menyuburkan praktik korupsi.

Robi Ardianto
Robi Ardianto Jumat, 02 Mar 2018 14:31 WIB
Menutup celah korupsi pejabat petahana

Pada 2018, setidaknya sudah enam calon dari petahana yang terkena operasi tangkap tangan (OTT). Mereka adalah calon Bupati Jombang Nyono Suharli, Bupati Ngada Marianus Sae sekaligus calon Gubernur NTT, calon Bupati Subang Imas Aryumningsih, Bupati Lampung Tengah Mustafa, terakhir calon Gubernur Sulawesi Utara Asrun (ASN), dan anaknya, Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra.

OTT terakhir yang menjerat ayah dan anak tersebut menjadi bukti kuat suburnya praktik korupsi di kalangan pejabat petahana. Mereka ditangkap atas dugaan kasus penyalahgunaan dana pengadaan barang dan jasa di Kota Kendari.

Komisioner KPK Basaria Panjaitan juga menemukan indikasi alokasi dana untuk biaya pencalonan kembali ASN di kontestasi politik mendatang. ASN sendiri sedianya akan berlaga sebagai calon Gubernur Sulawesi Utara.

Ayah dan anak itu tak ditangkap sendirian, total ada 12 orang yang diamankan KPK dalam kasus ini. Mereka adalah Adriana Dwi Putra (Wali Kota Kendari), ASN (Cagub Sultra), Fatmawati Faqih (swasta dan mantan Kepala BPKAD), Hasmun Hamzah (Dirut PT Sarana Bangun Nusantara/ SBN), W (Swasta), H (staff SBN), R (staf SBN), dan 5 orang PNS Pemkot Kendari.

OTT KPK tersebut terwujud berkat laporan masyarakat mengenai kejanggalan anggaran dan dugaan korupsi di wilayah mereka. Adapun barang bukti yang di amankan yakni buku tabungan, kendaraan yang digunakan untuk melakukan kejahatan beserta kelengkapannya.

"Terdapat penarikan dari tabungan Rp 1,5 miliar dan 1,3 miliar dari kas PT SBN, serta mobil Avanza, beserta kelengkapannya," ujar Basaria.

PT SBN sendiri merupakan perusahaan yang sudah dibanjiri tender dari ASN yang kala itu masih menjabat sebagai wali kota periode 2007-2017. Tahun ini PT BSN kembali memenangkan tender proyek pembangunan Jalan Bungkutoko-Kendari New Port sebesar Rp 60 miliar. Mereka bertransaksi dengan menggunakan sandi koli kalender, yang bermakna uang satu miliar.

"Berdasarkan indikasi tersebut, adanya dugaan telah terjadi suap yang digunakan untuk memenangkan ASN yang akan maju sebagai Cagub Sultra," tandasnya.

Sponsored

Berdasarkan hal tersebut, KPK menaikan tingkat penyidikan dan menetapkan empat orang tersangka utama. Pertama, Direktur Utama PT SBN Jaya Hasmun Hamzah yang diduga sebagai pemberi. Kedua, Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra. Ketiga, Asrun mantan Wali Kota Kendari dua periode dan calon Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) yang di usung oleh PAN-PDIP dan juga ayah kandung Adriatma Dwi Putra. Keempat, Fatmawati Faqih dari swasta dan juga mantan Kepala BPKAD Kota Kendari.

Penangkapan pejabat petahana terkait kasus korupsi, bukanlah hal baru. Jika dihubungkan dengan pilkada, praktik korupsi ini dimafhumkan, mengingat banyaknya petahana yang berlaga kembali. Berdasarkan data yang dilansir dari Indonesia Budget Center (IBC), dari 171 daerah yang akan mengikuti pilkada, sebanyak 220 berasal dari petahana. Sementara sebanyak 176 orang berasal dari kalangan DPR/DPRD, 155 berlatar PNS, 17 orang dari TNI/ Polri, sisanya dari swasta sebanyak 528 orang.

Banyaknya calon petahana yang kembali maju, mengindikasikan praktik penyalahgunaan kekuasaan. Pasalnya, mereka punya akses langsung terhadap APBD serta berbagai fasilitas anggaran lainnya, termasuk dana bansos dan anggaran pilkada.

IBC mengonfirmasi kenaikan dana bansos yang signifikan di tahun politik ini. Sebut saja, dana Bansos di Jawa Tengah pada 2017 sebanyak Rp 5,3 triliun, lalu pada 2018 naik jadi Rp. 5,6 triliun. Sementara Provinsi Jawa Timur realisasi bansos 2017 senilai Rp. 6,6 triliun dan 2018 meningkat jadi Rp 7,5 triliun.

Kenaikan dana pilkada 2018 terang terlihat di daerah-daerah yang pejabat petahananya mengajukan diri kembali di konstestasi politik. Di Kediri, usulan anggaran mencapai Rp 13,8 miliar, pagu anggaran yang disetujui Rp 15,4 miliar. Kemudian Kabupaten Jayawijaya berdasarkan usulan anggaran sebesar Rp 74,9 miliar, sedangkan pagu yang disetujui Rp 75,4 miliar dan Kabupaten Tanggamus dari usulan anggaran Rp 23,9 miliar, menjadi 32,5 miliar.

Eksekutif Direktur IBC, Roy Salam mengatakan meskipun Mendagri telah memberikan larangan untuk menggunakan dana bansos untuk kepentingan politik, akan tetapi tetap saja mengalami kenaikan menjelang pilkada di wilayah petahana.

"Meski Anggaran pilkada dikelola oleh KPUD, namun melihat pagu anggaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan usulan anggaran, memungkinkan adanya penyelewengan dari para petahana yang kembali maju dalam kontestasi pilkada," ujarnya.

Penangkapan pejabat petahana oleh KPK menjadi catatan tersendiri. Basaria mengatakan, dinasti politik yang ingin melanggengkan kekuasaan lewat pilkada mendapat perhatian khusus. Sebab, menurutnya, selama ini ada kecenderungan untuk memiliki dan meraup segala kekayaan alam di daerahnya.

Berita Lainnya
×
tekid